Thursday, September 01, 2005

Untuk kali ini..aku nggak setuju penuh

Selasa yang ke enam mereka berbicara tentang emosi....

Keadaannya diceritakan semakin meburuk...akupun bisa membayangkan dan itu membuatku trenyuh seandainya aku ada disana..., namun walaupun demikian keadaannya, dia tetap ingin bercakap-cakap dengan murid yang disayanginya...what a man ;)
Dia menanyakan apakah percakapan mereka sudah siap direkam seperti sebelumnya...
Dan percakapan selasa yang keenam itupun, dimulai...

"Yang telah aku lakukan sekarang adalah mematikan semua perasaan dari semua pengalaman." katanya sambil terpejam.

Mematikan perasaan ?

"Ya mematikan persasaan . Dan ini penting-tidak hanya bagi orang seperti aku, yang tinggal menanti ajal, tetapi juga bagi orang sepertimu yang masih sangat sehat. Belajar mematikan perasaan."

Tapi tunggu, bukankan anda selalu menghayati pengalaman hidup ? Semua emosi yang baik, juga semua emosi yang buruk ?

"Ya." jawabnya

Kalau begitu bagaimana anda berbuat demikian bila anda mematikan perasaan ?

"Ah, kamu masih terikat pada pikiran. Mematikan perasaan tidak berarti tidak membiarkan pengalaman, meresap ke dalam diri kita. Sebaliknya. kita membiarkan pengalaman meresap secara penuh. Itulah sebabnya kemudian kita bisa mematikan rasa."

Aku masih bingung

"Ambil contoh salah satu emosi-cinta kepada seseorang wanita, atau kasihan kepada orang yang kita sayangi, atau yang tengah kualami, rasa takut dan rasa nyeri akibat penyakit yang mematikan. Apabila kita menahan emosi-emosi itu-apabila kita tidak membiarkan diri mengalaminya-kita tidak pernah mematikan rasa, kita terlalu sibuk menghadapi rasa takut. Kita takut mengalami rasa nyeri, kita takut mengalami rasa sedih. Kita takut mengalami penderitaan karena cinta.
Tapi dengan membiarkan diri mengalami emosi-emosi ini, dengan membiarkan diri terjun ke dalamnya, sampai sejauh-jauhnya, kita akan mengalami secara penuh dan utuuh. kita tahu apa arti rasa sakit. Kita tahu apa arti cinta. Kita tahu arti sedih. Dan hanya ketika kita mengatakan, "Baiklah, aku telah mengalami emosi itu. Aku kenal betul emosi itu. Sekarang aku perlu mematikan perasaan dari emosi itu untuk sementara."

"Aku tahu kau mengira bahwa ini hanya berkaitan degan kematian," katanya,"tapi seperti yang terus kukatakan kepadamu, apabila kita belajar tentang cara menghadapi maut, berarti kita belajarcara menghadapi hidup."

Ia menceritakan saat-saat mencekam dalam hidupnya, saat-saat dimana dia tidak tahu kapan dapat bernafas lagi, emosi-emosi yang berkecamuk, ngeri, takut cemas...akan tetapi begitu ia terbiasa dengan emosi-emosi itu, mampu merasakan sifat-sifatnya, mengenali gejala-gejalanya, menghayati akibat-akibatnya, maka ia sanggup berkata," Baiklah, jadi ini rasanya ketakutan. Sekarang aku ingin melepaskan rasa takut itu."

Dalam pikirannya, terbayang betapa seringnya kita perlu berbuat seperti itu dalam kehidupan sehari-hari. Betapa seringkita merasa kesepian, kadang-kadang sampai saat ingin menangis, tetapi kita berusaha keras untuk tidak mengeluarkan air mata, karena kata orang kita tidak boleh menangis. Atau betapa dasyat rasa cinta yang kita rasakan kepada pasangan kita, tetapi kita tidak menghatakan apapun karena terbelenggu oleh rasa takut bahwa pengungkapan dengan kata-kata akan berpengaruh buruk tehadap hubungan kita.

Pendekatannya betul-betul melawan arah,...seperti membuka keran, dan membasuh diri kita dengan emosi, dan kita tidak akan terluka karenannya, tapi malah akan terbantu. Apabila rasa takut itu kita biarkan, apa bila kita menerimanya seperti kita mengenakan sebuah kemeja yang sudah biasa kita pakai, kita akan berkata kepada diri sendiri, " Sudahlah ini hanyalah rasa takut, aku tidak akan membiarkannya mengendalikan aku, aku akan memandangnya seperti apa adanya.

Untuk percakapan selasa keenam ini...aku gak sepenuhnya setuju dengan mereka...aku setuju dengan menikmati "emosi" tapi aku gak setuju dengan kata "mengosongkan"...setelah terbiasa...ada fase berbahaya setelah ada kebiasaan...stagnansi dan perasaan yang datar dan tanpa emosi rawan terjadi. Aku lebih memilih...aku menikmati setiap emosi dan ketakutan dengan melihatnya sebagai latihan memurnikan diri bukan mengosongkan diri, dengan segala perasaan yang datang yang membuatku takut dan gentar sebagai poses dan ujian pendewasaan diri...Karena aku percaya semua itu adalah untuk kebaikanku...segala sesuatu yang terjadi dihidupku bekerja untuk kebaikanku....

But after all, i really admire them...their conversations inspire me a lot....how bout you ?

0 Comments:

Post a Comment

<< Home