Thursday, December 23, 2004

KEJUJURAN DAN REKONSILIASI

Ada suatu "kedalaman" di setiap momen dalam kehidupan sehari-hari. Kedalaman yang kadang datang dari hal yang sederhana ( seperti Tuhan melawat Nabi Elia, Dia datang bukan dalam angin ribut...tapi dalam hembusan angisn sepoi sepoi ) Bisa dibayangkan ada kekuatan dasyat dan kedalaman dalam suatu kesederhanaan.Kedalaman inilah yang memungkinkan keintiman dalam hubungan manusia. Saat ini dalam dunia yang patriarkis keintiman ditekan, disembunyikan, dan tidak pantas dibicarakan, dan memalukan. Padahal keintiman inilah yang sekarang kita butuhkan dan yang akan mendukung kita untuk bertahan dalam kehidupan. Ironis gak sih...sesuatu yang paling tidak diinginkan justru adalah elemen penting untuk bisa bertahan hidup.Keintiman ditolak karena enggan dengan komitmen, dijauhi karena takut untuk terluka, keintiman dihindari karena enggan untuk taat, dan setia.Keintiman membutuhkan kejujuran sebagai jembatannya, tapi sebuah kejujuran yang diperhitungkan, agar tidak sampai membuat luka yang baru.Mengapa perlu dipertimbangkan...kejujuran seperti buah...yang memerlukan waktu untuk menjadi masak. Kejujuran harus dipertimbangkan apakah siap untuk diterima...kejujuran harus diungkapkan tepat pada waktunya. Kejujuran rupanya bukan sekedar imperatif moral yang harus diterapkan pada semua orang, melainkan bentuk komunikasi yang juga membutuhkan kesiapan hati dari yang menerimanya.Sering kan,...kita melihat, orang tidak peduli terhadap pengakuan seseorang atau tidak mau tahu alasan-alasan mengapa seseorang melakukan tindakan tertentu. Trus buat apa dong dia jujur, dan mengaku ? Untuk apa menuntut kejujuran ?Kejujuran tidak bisa dipaksa keluar melalui interogasi. Kejujuran membutuhkan ruang dan wilayahnya sendiri, dimana dia bisa aman karena ada saling mempercayai, saling percaya adalah habitat dari kejujuran untuk bisa tumbuh. Setelah itu keberanian untuk mengatakannya bila sudah tiba waktunya untuk kejujuran itu dinyatakan.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home